Akhir-akhir ini terjadi sebuah fenomena menarik; tim-tim besar dunia seakan lalu-lalang di Jakarta. Timnas Belanda, Arsenal, Liverpool, dan terakhir Chelsea silih berganti menyapa jutaan penggemar mereka masing-masing.
Para penggemar bola pada umumnya dan terutama fans berat negara dan klub-klub tersebut begitu antusias karena dulunya jarang-jarang kedatangan klub papan atas dunia. Wow, ada apa ini? Sebuah fenomena yang patut disyukuri tentunya.
Tapi kalau dicerna lebih mendalam, sebenarnya seberapa bermanfaatnya sihkedatangan tim-tim top dunia tersebut?
Kita mulai dari sisi positifnya terlebih dahulu. Pertama-tama kedatangan tim-tim tersebut tentu saja menggembirakan para penggemar mereka di tanah air yang bejibun jumlahnya. Itu sudah pasti.
Selain itu, adanya pemasukan untuk PSSI adalah hal yang positif. Sudah menjadi rahasia umum bahwa keuangan PSSI tidak sehat. Pemasukan ekstra seperti ini sedikit banyak tentu membantu roda organisasi PSSI, paling tidak bisa dipakai untuk menggaji karyawan dan staf.
Efek positif lainnya adalah adanya kesempatan bagi para pemain kita untuk "menimba ilmu" dan "menambah jam terbang". Tentu saja efek positif ini hanya berlaku apabila pemain Indonesia yang tampil mayoritas berusia muda. Apabila yang tampil adalah "wajah-wajah lama" tentu efek menimba ilmu dan efek menambah jam terbang menjadi not in effect, atau dalam bahasa Prancis "nggak ngefek". Buat apa?
Sudah semestinya kita meniru FAM (PSSI-nya Malaysia) yang kerap menurunkan timnas U-23 saat menghadapi klub-klub dunia. Toh penonton yang datang ke stadion dan pemirsa di hadapan kaca telivisi tidak akan kecewa karena mereka lebih tertarik menonton tim lawan. Karena itu alasan "pesanan sponsor" yang seakan-akan mengharuskan diturunkannya pemain-pemain tua yang memiliki nama tidaklah tepat.
Ketegasan PSSI serta pendekatan dan penjelasan yang tepat kepada sponsor menjadi kunci ngefek tidaknya kunjungan tim-tim besar ini secara teknis pembinaan.
Tapi sampai disitu sajalah efek pembinaan dari datangnya tim-tim dunia tersebut. Tidak banyak. Tepatnya sedikit sekali unsur pembinaan yang bisa didaptkan Indonesia sebagai tuan rumah. Dan itupun KALAU yang dimainkan adalah pemain-pemain muda yang kedepannya akan terus membela merah-putih. Kalau yang main pemain tua atau pemain muda namun kedepannya tidak dipanggil kembali mubasirlah pengalaman yang didapat. Buat apa?
By the way, pertanyaan "buat apa?" di atas sengaja diulang.
Bukannya saya tidak mensyukuri kedatangan klub-klub dunia tersebut. Dari sisi entertainment, sebagai penggemar bola, tentu saya sangat mensyukuri.
Tapi saya khawatir. Terus terang saya khawatir publik dan pengurus sepakbola Indonesia terlena dengan banjirnya Jakarta dengan tim-tim kelas dunia. Saya kuatir event-event besar ini dipakai segelintir orang untuk mencari nama dan mengumandangkan dengan hebohnya bahwa kedatangan tim-tim besar dunia adalah bagian dari kerja keras mereka "membina" sepakbola Indonesia.
My friends, membina sepakbola bukanlah dengan mendatangkan tim-tim dunia. Bukan juga dengan mendatangkan Diego Maradona. Membina sepakbola Indonesia sejatinya dilakukan dengan cara-cara yang diam, tidak heboh, bahkan mungkin bisa disebut garing, seperti membuat akademi kepelatihan sehingga anak-anak di seluruh Indonesia bisa mendapatkan sesi-sesi latihan yang jauh lebih berkualitas dari sekarang dikarenakan pelatih-pelatih mereka terdidik --dan lebih daripada itu, terdidik secara berkualitas.
Ketegasan sikap, adil dalam bersikap, membina dalam bersikap dan memiliki visi dibelakang setiap sikap itulah pembina sepak bola yang sejati. Masyarakat bola Indonesia menginginkan dan mengidam-idamkan serta mengharap-harapkan (apalagi, ya?) pengurus sejati dan bukannya penguras.
Mari kita nikmati kedatangan tim-tim dunia sebagai entertainment yang layak untuk disyukuri. Karena timing kedatangan klub-klub papan atas EPL tersebut sangat tepat, yakni di saat pramusim, saya yakin gairah bertanding para penggawa di lapangan akan besar sehingga kualitas pertandingan akan tinggi dan mampu memuaskan kita semua.
Mari kita juga berharap bahwa pengalaman yang didapatkan para pemain Indonesia tidak mubazir, namun bisa digunakan di masa-masa mendatang di saat membela 'Merah-Putih'.
Yang terutama, harapan saya "pembinaan" sepakbola Indonesia tidak sampai di situ saja. Semoga proyek-proyek yang menjadi tulang punggung pembinaan berkualitas lekas bertransformasi dari alam kata-kata (istilah pribadi saya adalah "dunia bla-bla-bla") ke dunia nyata.
Kalau tidak, buat apa?
Salor.
===
* Penulis adalah pelatih, pengamat, pecinta sepakbola
* Akun twitter: @coachtimo
* Website: www.coachtimo.org
*Foto: Indonesia Selection saat dikalahkan Valencia 0-5 pada Agustus 2012 (AFP/Bay Ismoyo)