Dampak Psikologis Bagi Korban Pemerkosaan
Baru-baru ini, dunia tercengang dengan kasus pemerkosaan seorang wanita India. Korban akhirnya meninggal dunia setelah mengalami kekerasan fisik. Kasus pemerkosaan ini tak hanya ditemukan di India, melainkan hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Korbannya pun tak mengenal usia. Kasus terakhir yang ramai diperbincangkan adalah RI, seorang bocah perempuan yang masih duduk di bangku sekolah dasar. RI yang diduga korban pemerkosaan tersebut juga meninggal dunia.
Berkebalikan dengan yang dikatakan oleh calon hakim agung, Daming Sunusi, bahwa pelaku dan korban perkosaan sama-sama menikmati, ternyata korban pemerkosaan yang masih hidup harus menanggung penderitaan, utamanya masalah psikologis. Berikut adalah dampak psikologis yang dialami para korban pemerkosaan seperti dijelaskan Psikolog Alissa Wahid.
1. Menyalahkan diri sendiri
Self blaming atau menyalahkan diri sendiri merupakan cara yang dilakukan seseorang ketika menghadapi sebuah masalah, dengan menyalahkan bahkan menghukum diri sendiri. Inilah yang kemudian juga menjadi pemicu kemungkinan angka bunuh diri meningkat.
2. Merasa 'rusak'
Alissa mengungkapkan bahwa korban pemerkosaan mengalami penurunan rasa percaya diri. "Tak jarang korban pemerkosaan merasa tak memiliki rasa percaya diri karena merasa dirinya seperti barang rusak," ujarnya. Rasa ini berkaitan dengan masa depan korban, khususnya wanita yang lebih memikirkan pasangan hidup. Ketakutan tidak ada pria yang menginginkannya lagi karena statusnya sebagai korban pemerkosaan.
3. Menarik diri dari lingkungan
Perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari, seperti menarik diri dari lingkungan, pendiam, dapat menjadi tanda yang terlihat secara kasat mata.
"Korban umumnya merasa takut untuk mengatakan tentang kejadian (pemerkosaan) yang sebenarnya, kemudian muncul sebuah gejala depresi ini," kata Alissa.
Tak hanya itu, mereka juga takut dihakimi oleh orang-orang di sekitarnya yang akhirnya menimbulkan trauma. Perlu Dilakukan Guna mencegah terjadinya dampak yang tak diinginkan tersebut, sebaiknya orangtua atau orang terdekat korban melakukan hal berikut ini:
- Ketika korban mengalami perubahan perilaku, coba tanyakan perlahan dengan menggali informasi dari dalam dirinya. Jika tak berhasil, mintalah pertolongan pada orang terdekat yang dipercaya oleh anak.
- Saat dalam kondisi ini, korban pada dasarnya membutuhkan dukungan atau dorongan. Jangan menyalahkan atau berbicara dengan nada tinggi, karena dapat menimbulkan efek buruk pada korban. (eh)