Rhoma Irama dan Sarah Palin
Melihat Rhoma Irama yang sedang getol getolnya nyalon di Indonesia, sontak mengingatkan saya ke satu figur yang ’serupa tapi tak sama ‘ nun jauh di sebuah belahan bumi yang lain.
Adalah Sarah Palin, seorang ibu cantik mantan Gubernur Alaska dari Partai Republik yang sempat menggegerkan kancah politik di Amerika Serikat karena pencalonannya sebagai Wakil Presiden bersama dengan John Mc. Cain di tahun 2008 yang telah silam. Saat itu adalah sebuah momen historis di Amerika, dimana pasangan Barrack Obama dan Joe Biden berhasil mengalahkan sebuah pandangan subjektif dan yang terlebih adalah isu rasisme yang dilontarkan kubu John Mc.Cain dan Sarah Palin terhadap Barrack Obama sendiri.
Sarah Palin - pic taken from libertarianrepublican.net |
Sarah Palin hanyalah seorang ‘redneck’ (sebutan untuk orang ‘udik’) dari Alaska yang dipilih oleh Tim Sukses John Mc Cain pada saat itu, karena saat itu tim sukses Partai Republik berpikir bahwa dia lah figur yang tepat. Seorang ibu rumah tangga yang juga menjabat sebagai Gubernur , punya nilai nilai ‘luhur dan keluarga’ khas Amerika, yang tentu mewakili sebuah pandangan politik dari Partai Republik sendiri.
Yang tidak mereka banyak tahu sebelumnya adalah, Sarah Palin memang benar benar seseorang yang bisa dikatakan ‘kurang pintar ‘ dan mempunyai emosi yang labil. Pada satu persiapan wawancara, bahkan Tim Sukses Partai Republik sendiri harus terkejut untuk sebuah kenyataaan bahwa memang Sarah Palin sama sekali tidak menguasai masalah perekonomian , politik , sosial dan terutama perihal kebijakan Amerika dengan negara negara lainnya. Di satu kesempatan Sarah Palin bahkan salah menyebutkan bahwa peristiwa 9-11 yang cukup meruntuhkan Amerika itu didalangi oleh mendiang Saddam Husein.
Bukan karena sebelumnya dia mengantongi sebuah informasi intel kelas kakap atau hal yang lainnya, tapi kenyataannya lebih simpel dari itu : Sarah Palin tidak mengetahui apa bedanya antara Afghanistan dan Irak !
Kesalahan demi kesalahan dilakukan Sarah Palin dalam kesempatannya untuk bertatap muka secara langsung untuk menjelaskan apa visi dan misinya terhadap rakyat di Amerika. Namun, di satu sisi Sarah Palin memang menggambarkan sebagian dari rakyat di Amerika sendiri. Dan sayangnya, isi kampanye dari Sarah Palin memang sarat dengan sebuah nilai ‘kekeluargaan luhur’ khas Amerika yang menjadi suatu pembenaran atas diangkatnya isu rasialis melawan Barrack Obama.
“Angkat Presiden dari Kita Sendiri, Bukan dari “Mereka” !” . Itu adalah isu atau poin yang selalu digaungkan oleh seorang Sarah Palin untuk menyerang Obama. Saat itu, Amerika memang sangat tersakiti dengan adanya insiden 9/11. Dan untuk itu mereka mengutuk keras terorisme. Yang jadi masalah adalah, pada umumnya sebagian dari rakyat di Amerika pun tidak tahu menahu siapa musuh mereka sebenarnya. Yang mereka tahu adalah semua negara di “Middle East” adalah teroris. Bahwa muslim adalah teroris. Akhir kata.
Dan Barrack Obama yang diindikasikan adalah seorang liberal dan juga seorang muslim, tentu mewakili pandangan mereka disini. Tidak dapat dibiarkan, sebuah calon yang sayap kiri, apalagi dia adalah seorang muslim. Dan isu isu itulah yang selalu diangkat Sarah Palin dalam kampanye-nya pada saat itu.
John Mc. Cain sendiri sejatinya tidak setuju dengan sikap Sarah Palin. Dan diapun melihat kesalahan demi kesalahan yang dilakukan oleh Sarah Palin pada masa kampanye-nya. Mc.Cain pun mengeluh bahwa ‘kampanye hitam’ yang ingin menjatuhkan Barrack Obama dari sisi warna kulit atau ras bukanlah sesuatu yang diinginkannya. Perbedaan pandangannya dengan Barrack Obama adalah seputar kebijakan dan program. Bukan isu rasialismenya.
Namun sudah terlambat. Kampanye partai Republik yang mengusung kedua calon tersebut, John Mc.Cain dan Sarah Palin sudah kadung di cap sarat dengan isu seputar rasialisme. Bagi yang merasa konservatif dengan cara atau pola pikir yang tertutup , mereka dianggap mewakili diri mereka. Dan itu cukup untuk memukul pasangan Barrrack Obama dan Joe Biden pada saat itu dibeberapa negara bagian di Amerika Serikat. Tapi tidak pada total suara.
Barrack Obama sendiri pun tertolong atas isu rasialis tersebut. Tentu, mayoritas pemilih afrikan amerikan sudah pasti memilihnya. Yang merasa simpati terhadap ketidak adilan yang dirasakan oleh ummat muslim di Amerika pun juga mendukungnya. Dan yang liberal penjunjung kebebasan dan persamaan? Sudah pasti kantong suara mereka akan berpihak kepada Obama.
Rhoma Irama. Dari manapun sisi kita melihatnya, ada sebuah persamaan disana. Wawancaranya dengan Najwa Sihab yang lalu berhasil menunjukkan kapabilitas Bang Haji sendiri seputar pengetahuan dirinya dalam masalah ekonomi, politik ,sosial dan yang lainnya. Sejatinya memang hanya tahu sedikit, namun itu tidaklah penting.
Yang terpenting bagi dirinya adalah mengangkat ‘nilai luhur keagamaan’. Isu SARA, adalah kekuatan Rhoma Irama disana.
Dan jangan salah, masih banyak diantara kita yang menganggap bahwa hal itu adalah penting adanya. Kapabilitas bukan suatu yang penting. Yang penting adalah sosok.