Pengertian Syariat islam
Dari segi bahasa Syariat berasal
dari kata syari’ah yang bermakna “jalan menuju ke sumber mata air” jalur yang
jelas untuk diikuti”[1].
Dari segi istilah Syariat bermakna “ jalan utama menuju kehidupan yang baik”.
(highway to good life), yaitu jalan agama yang membimbing kehidupan manusia ke
jalan yang benar[2].
Syariat juga diartikan dengan seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial,
hubungan manusia dengan makhluk lainnya di alam lingkungan hidupnya[3].
Adapun syariat islam dalam literature hukum islam mempunyai tiga pengertian,
yaitu:
a. Syariat dalam arti hukum yang tidak dapat berubah sepanjang
zaman.
b. Syariat dalam pengertian hukum Islam, baik yang tidak berubah
sepanjang masa maupun yang dapat berubah sesuai perkembangan masa.
c. Syariat dalam pengertian hukum yang terjadi berdasarkan istinbat
dari Al-Qur’an dan Hadis, yaitu hukum yang diinterpretasikan dan dilaksanakan
oleh para sahabat Nabi, hasil ijtihad para mujtahid dan hukum-hukum yang
dihasilkan oleh ahli hukum Islam melalui metode qiyas dan metode ijtihat
lainnya[4].
Menurut Mahmud Syaltut defenisi
syariat adalah peraturan yang diturunkan oleh Allah kepada manusia agar
dijadikan pedoman dalam berhubungan dengan Tuhannya, sesamanya, lingkungannya
dan dalam kehidupannya[5].
Kata Syariat digunakan dalam
beberapa konteks. Kadang ia digunakan dalam arti umum (luas) dan kadang
digunakan dalam arti khusus (sempit). Dalam arti umum (luas) kata syariat Islam
memiliki makna sama dengan agama Islam itu sendiri, sedangkan dalam arti khusus
(sempit) kata syariat Islam digunakan untuk menyebut ketentuan—ketentuan hukum
dalam Islam atau sering dikenal dengan istilah hukum Islam. Dalam konteks kedua
inilah penggunaan kata syariat dimaksudkan, walaupun sebenarnya kata syariat
dalam konteks ini tidak sepenuhnya paralel dengan istilah hukum Islam
sebagaimana digunakan dalam literatur bahasa Indonesia dan dalam percakapan
sehari-hari.
Di Indonesia seringkali dua
istilah yakni syariat dan fikih dirangkum dalam satu kata yakni Islam tanpa
menjelaskan apa yang dimaksud. Perangkuman dua istilah tersebut dapat dipahami
karena hubungan keduanya sangat erat, dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Syariat adalah landasan fikih dan fikih adalah pemahaman tentang syariat.
Seseorang yang akan memahami hukum Islam dengan baik dan benar, harus dapat
membedakan mana hukum Islam yang disebut syariat dan mana hukum Islam yang
disebut fikih. Pada sisi lain, perbedaan antara syariat Islam dengan fikih
Islam dapat dibedakan, sebagai berikut:
a. Syariat terdapat dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab hadis. Kalau
seseorang berbicara syariat, maka yang dimaksud adalah firman Allah SWT dan
sunnah Nabi SAW. Sedangakan fikih terdapat dalam kitab-kitab fikih. Kalau
seseorang berbicara tentang fikih, maka yang dimaksud adalah pemahaman manusia
yang memenuhi syarat tentang syariat.
b. Syariat bersifat fundamental, mempunyai runag lingkup yang lebih
luas dari fikih. Fikih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada
apa yang biasanya disebut pebuatan hukum.
c. Syariat adalah ketentuan Allah dan ketentuan-ketentuan RasulNya,
karena itu berlaku abadi. Fikih adalah karya manusia yang dapat berubah dan
diubah dari masa-ke masa.
d. Syariat hanya satu, sedangkan fikih lebih dari satu seperti yang
terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut mazhab-mazhab.
[1]
Muhammad Ichsan, Hukum Pidana Islam, mengutip dari ibnu manzur,
Lisanul-‘Arab (Kairo: Darul-Ma’arif), 11/2240, h. 13.
[2]
Muhammad Ichsan, Hukum Pidana Islam, h. 13, mengutip dari ‘Abdul Karim
Zaydan, al-Madkhal li Dirasatisy-Syari’at al-Islamiyyah (Beiru:
ar-Risalah Publisher, (1998M/1419H), Cet. 16, h. 60.
[3]
al-Asfahani, al-fradat fi Gharibil-Qur’an, juz 1, h. 340.
[4]
Zainuddin Ali, Hukum Islam dalam Kajian Syariat dan Fikih di Indonesia,
(Yayasan al-Ahkam, 2000), h. 1.
[5]
Zainuddin Ali, Hukum Islam dalam Kajian Syariat dan Fikih di Indonesia, h.
14.
[6]
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam h. 46. Lihat juga, Asaf A.A. Fyzee, Outlines of
Muhammadan Law, (London: Oxford University Press, 1988), h. 17. Lihat juga H.M.
Rasjidi, “Unity dan Diversity” dalam W. Morgar (ed) Islam The Straight Path,
(New York: The Ronald Press Company, 1958), h. 403. Li
0 comments:
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.