Breaking News
Loading...
Thursday, August 9, 2012

Pengertian Syariat islam


Dari segi bahasa Syariat berasal dari kata syari’ah yang bermakna “jalan menuju ke sumber mata air” jalur yang jelas untuk diikuti”[1]. Dari segi istilah Syariat bermakna “ jalan utama menuju kehidupan yang baik”. (highway to good life), yaitu jalan agama yang membimbing kehidupan manusia ke jalan yang benar[2]. Syariat juga diartikan dengan seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan makhluk lainnya di alam lingkungan hidupnya[3]. Adapun syariat islam dalam literature hukum islam mempunyai tiga pengertian, yaitu:

a.      Syariat dalam arti hukum yang tidak dapat berubah sepanjang zaman.

b.     Syariat dalam pengertian hukum Islam, baik yang tidak berubah sepanjang masa maupun yang dapat berubah sesuai perkembangan masa.
c.       Syariat dalam pengertian hukum yang terjadi berdasarkan istinbat dari Al-Qur’an dan Hadis, yaitu hukum yang diinterpretasikan dan dilaksanakan oleh para sahabat Nabi, hasil ijtihad para mujtahid dan hukum-hukum yang dihasilkan oleh ahli hukum Islam melalui metode qiyas dan metode ijtihat lainnya[4].
Menurut Mahmud Syaltut defenisi syariat adalah peraturan yang diturunkan oleh Allah kepada manusia agar dijadikan pedoman dalam berhubungan dengan Tuhannya, sesamanya, lingkungannya dan dalam kehidupannya[5].
Kata Syariat digunakan dalam beberapa konteks. Kadang ia digunakan dalam arti umum (luas) dan kadang digunakan dalam arti khusus (sempit). Dalam arti umum (luas) kata syariat Islam memiliki makna sama dengan agama Islam itu sendiri, sedangkan dalam arti khusus (sempit) kata syariat Islam digunakan untuk menyebut ketentuan—ketentuan hukum dalam Islam atau sering dikenal dengan istilah hukum Islam. Dalam konteks kedua inilah penggunaan kata syariat dimaksudkan, walaupun sebenarnya kata syariat dalam konteks ini tidak sepenuhnya paralel dengan istilah hukum Islam sebagaimana digunakan dalam literatur bahasa Indonesia dan dalam percakapan sehari-hari.
Di Indonesia seringkali dua istilah yakni syariat dan fikih dirangkum dalam satu kata yakni Islam tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Perangkuman dua istilah tersebut dapat dipahami karena hubungan keduanya sangat erat, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Syariat adalah landasan fikih dan fikih adalah pemahaman tentang syariat. Seseorang yang akan memahami hukum Islam dengan baik dan benar, harus dapat membedakan mana hukum Islam yang disebut syariat dan mana hukum Islam yang disebut fikih. Pada sisi lain, perbedaan antara syariat Islam dengan fikih Islam dapat dibedakan, sebagai berikut:
a.       Syariat terdapat dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab hadis. Kalau seseorang berbicara syariat, maka yang dimaksud adalah firman Allah SWT dan sunnah Nabi SAW. Sedangakan fikih terdapat dalam kitab-kitab fikih. Kalau seseorang berbicara tentang fikih, maka yang dimaksud adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariat.
b.      Syariat bersifat fundamental, mempunyai runag lingkup yang lebih luas dari fikih. Fikih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada apa yang biasanya disebut pebuatan hukum.
c.       Syariat adalah ketentuan Allah dan ketentuan-ketentuan RasulNya, karena itu berlaku abadi. Fikih adalah karya manusia yang dapat berubah dan diubah dari masa-ke masa.
d.      Syariat hanya satu, sedangkan fikih lebih dari satu seperti yang terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut mazhab-mazhab.
e.      Syariat menunjukkan kesatuan, sedangkan fikih menunjukkan keragaman[6].



[1] Muhammad Ichsan, Hukum Pidana Islam, mengutip dari ibnu manzur, Lisanul-‘Arab (Kairo: Darul-Ma’arif), 11/2240, h. 13.

[2] Muhammad Ichsan, Hukum Pidana Islam, h. 13, mengutip dari ‘Abdul Karim Zaydan, al-Madkhal li Dirasatisy-Syari’at al-Islamiyyah (Beiru: ar-Risalah Publisher, (1998M/1419H), Cet. 16, h. 60.
[3] al-Asfahani, al-fradat fi Gharibil-Qur’an, juz 1, h. 340.
[4] Zainuddin Ali, Hukum Islam dalam Kajian Syariat dan Fikih di Indonesia, (Yayasan al-Ahkam, 2000), h. 1.
[5] Zainuddin Ali, Hukum Islam dalam Kajian Syariat dan Fikih di Indonesia, h. 14.
[6] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam h. 46. Lihat juga, Asaf A.A. Fyzee, Outlines of Muhammadan Law, (London: Oxford University Press, 1988), h. 17. Lihat juga H.M. Rasjidi, “Unity dan Diversity” dalam W. Morgar (ed) Islam The Straight Path, (New York: The Ronald Press Company, 1958), h. 403. Li


0 comments:

Post a Comment

PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.