Amedz Share| Ketika Semut Taklukkan Gajah
Dalam pilkada putaran kedua DKI Jakarta, versi laporan hitung cepat dari semua lembaga survei, pasangan Jokowi-Ahok menang. Dukungan mayoritas partai politik pada petahana bukan jaminan kemenangan. Sentimen agama dan etnis tak lagi signifikan menghadang Jokowi. Jakarta kembali membuktikan sebagai basis pemilih kritis rasional. ---
Janji Joko Widodo (Jokowi) memberikan kejutan, kali ini terbukti. Wali Kota Surakarta ini berhasil memenangkan pilkada Jakarta putaran kedua, meski baru pada tingkat laporan lembaga survei. Bukan hanya hitung cepat, melainkan juga real count yang dilakukan Cyrus Network dan e-Demokrasi Jakarta (FeD).
Pasangan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) unggul lebih dari 50%. Jarak dengan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli melebihi angka margin of error. Hasil resmi KPU Daerah, diprediksi, tak banyak berbeda. Dibandingkan dengan putaran pertama, hasil ini mestinya tidak mengejutkan. Jokowi-Ahok lebih dahulu bikin kejutan saat menang pada putaran pertama, Juli lalu, menepis perkiraan semua lembaga survei yang mengunggulkan Foke.
Tapi kemenangan kali ini tetap istimewa, karena laju Jokowi menghadapi tantangan yang tak ringan. Dari segi dukungan partai politik, duet Jokowi-Ahok gagal menggaet dukungan tambahan partai baru. Sebagian besar partai politik mengalihkan dukungan kepada Foke-Nara. Jokowi hanya didukung PDI Perjuangan dan Gerindra. Itulah sebabnya, Jokowi mengibaratkan posisinya seperti semut melawan gajah.
Sandungan lain yang tak ringan adalah kampanye anti-Jokowi-Ahok yang mengusung sentimen agama dan etnis. Ahok kebetulan beragama Kristen Protestan. Banyak penceramah menggaungkan ayat larangan muslim memilih pemimpin non-Islam. Jakarta dikenal sebagai basis muslim fanatik. Bagi pendukung Foke berbasis sentimen agama, ternyata terdapat blunder.
KH Cholil Ridwan, salah satu Ketua MUI yang menyebut diri "Betawi asli 24 karat", menyebar pesan singkat (SMS) berisi kekecewaan, Kamis pagi, sebelum pencoblosan. Ia merasa sering memberi ceramah dan khotbah di berbagai tempat untuk memilih Foke atas alasan agama. Tapi ia kecewa. Kamis pagi itu, Cholil menyaksikan istri Foke tampil di televisi tanpa jilbab. Soal jilbab, bukan hanya istri Foke, Istri Nara pun, saat datang ke TPS, tanpa kerudung.
Dalam pantauan tim GATRA di lapangan, kemenangan Jokowi-Ahok merata. Foke dan Nara memang menang di TPS tempat mereka mencoblos. Tetapi beberapa TPS di sekitar Foke memberikan suara, di Menteng, Jakarta Pusat, dan sekitar runah Nara di Condet, Jakarta Timur, dimenangkan Jokowi. Meski PKS mengalihkan dukungan kepada Foke, di TPS tempat Hidayat Nurwahid memberikan suara, di Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, justru Jokowi menang. Hidayat adalah jagoan PKS pada putaran pertama dan peraih suara ketiga setelah Jokowi dan Foke.
Peraih suara keempat pada putaran pertama adalah pasangan independen Faisal Basri dan Biem Benyamin, putra tokoh Betawi, Benyamin Syuaeb. Perebutan suara di TPS tempat Faisal memilih, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dimenangkan Jokowi. Begitu pula TPS di sekitar lokasi Faisal.
Keunikan terjadi di TPS tempat Biem Benyamin mencoblos, di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Persis di TPS Biem, Jokowi menang. Tapi di TPS sebelah Biem mencoblos, Foke yang menang. Jagakarsa, menurut data yang dikumpulkan Cyrus Network, memang merupakan satu dari lima kecamatan se-Jakarta Selatan yang dimenangkan Foke. Empat kecamatan lain di Jakarta Selatan yang jadi basis Foke adalah Mampang Prapatan, Pancoran, Tebet, dan Setiabudi.
Ada 10 kecamatan se-Jakarta Selatan. Foke dan Jokowi sama-sama menang di lima kecamatan. Dari sisi persentase, menurut rekap Cyrus, Jokowi menang di semua wilayah kota. Tapi, dari sisi jumlah kecamatan, Foke dan Jokowi berimbang di Jakarta Selatan, yang sama-sama menang di lima kecamatan, dan di Jakarta Pusat sama-sama unggul di empat kecamatan.
Untuk Jakarta Pusat, Foke menang di Tanah Abang, Menteng, Senen, dan Johar Baru. Sedangkan Jokowi menang di Cempaka Putih, Kemayoran, Sawah Besar, dan Gambir. Untuk Jakarta Barat, Utara, dan Timur, Jokowi unggul di sebagian besar kecamatan.
Di Jakarta Timur, Jokowi menang di delapan kecamatan dari total 10 kecamatan. Ketua MUI Jakarta Timur, KH Shodri, dikenal sebagai pendukung fanatik Jokowi, meski mayoritas ulama di MUI DKI Jakarta mendukung Foke. Di Jakarta Utara, Jokowi menang di lima dari enam kecamatan.
Di Jakarta Barat, Jokowi menang di enam dari delapan kecamatan. Persentase kemenangan Jokowi tertinggi terjadi di Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang unggul sampai 73%. Kelapa Gading merupakan sentra properti kalangan menengah-atas dan secara etnis, penduduknya banyak dari Tionghoa.
Kemenangan besar berikutnya di Penjaringan, Jakarta Utara, 69%, dan di Grogol Petamburan, Jakarta Barat, 67%. Sedangkan kemenangan tertinggi Foke diraih di Mampang Prapatan dan Pancoran, Jakarta Selatan, pada kisaran 54%. Kawasan ini merupakan salah satu basis para habib Betawi.
Setelah menang versi hitungan survei, dalam pernyataan terbuka pertamanya, Jokowi menyerukan pendukungnya untuk tidak menyambut dengan hura-hura. "Cukup sujud syukur di rumah masing-masing," katanya.
Di salah satu stasiun televisi swasta, Jokowi mengaku sudah ditelepon Foke. Jokowi menyatakan maaf dan memandang Foke sebagai senior yang kelak dimintai masukan bila Jokowi sudah resmi menjadi gubernur. Foke sendiri, dalam keterangan persnya, menghargai pasangan Jokowi sebagai pemenang versi survei.
Jakarta kembali menunjukkan sebagai basis pemilih kritis. Awal reformasi, pada Pemilu 1999, Jakarta pernah dimenangkan PDI Perjuangan, yang saat itu menjadi simbol anti-status quo Orde Baru. Lalu, pada Pemilu 2004, Jakarta menjadi basis kemenangan PKS.
Tapi, lima tahun kemudian, 2009, Jakarta memberikan kemenangan kepada Demokrat. Jakarta, seperti harapan Foke, saat keterangan pers Kamis sore, jadi barometer demokrasi Indonesia. (Tim GATRA)
Laporan Utama Majalah Gatra edisi 18/45, terbit Jumat 21 September 2012
0 comments:
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.